Minggu, 19 Juni 2016

19 juni 1861, Pangeran Hidayatullah bertempur melawan pasukan Hindia Belanda di Gunung Pamaton Kalimantan Selatan.

19 juni 1861, Pangeran Hidayatullah bertempur melawan pasukan Hindia Belanda di Gunung Pamaton Kalimantan Selatan.
Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman, atau lebih dikenal sebag
Pada bulan Juni 1861, Sultan Hidayatullah berada di Gunung Pamaton (Kabupaten Banjar) bersama rakyat membuat benteng pertahanan sebagai usaha mencegah serangan Belanda yang akan menangkapnya. Sementara itu Sultan Hidayatullah berunding dengan Mufti di Martapura. Perundingan pertama diadakan di Kalampayan dan yang kedua di kampung Dalam Pagar. Dalam perundingan itu disepakati rencana akan melakukan serangan umum terhadap kota Martapura. Para penghulu dan alim ulama akan mengerahkan seluruh rakyat melakukan jihad perang sambil mengusir Belanda dari bumi Banjar.
Serangan umum ini direncanakan dilakukan pada tanggal 20 Juni 1861, tetapi rencana itu bocor ke tangan Belanda. Oleh karena itu sebelum tanggal 20 Juni Belanda secara tiba-tiba menyerang benteng Gunung Pamaton tempat pertahanan Sultan Hidayatullah. Serangan Belanda itu dapat digagalkan dengan banyak membawa korban di pihak Belanda.Sementara itu di kampung Kiram, tidak jauh dari Gunung Pamaton dan di daerah Banyu Irang, Pambakal Intal dan pasukan Tumenggung Gumar telah berhasil menghancurkan kekuatan Kopral Neyeelie. Mayat-mayat pasukan Belanda ini dihanyutkan di sungai Pasiraman. Pambakal Intal berhasil menguasai senjata serdadu Belanda ini.
ai Pangeran Hidayatullah atau Hidayatullah II lahir di Martapura 1822, meninggal di Cianjur, Jawa Barat 24 November 1904 pada umur 82 tahun. Dikenal sebagai pahlawan pemimpin Perang Banjar.
Untuk menghadapi serangan umum terhadap Martapura ini Assisten Residen Mayor Koch yang merangkap menjadi Panglima di daerah Martapura meminta bantuan kepada Residen Gustave Verspijck di Banjarmasin. Residen segera mengirimkan bantuan dengan mengirimkan kapal perang Van Os yang mengangkut meriam dan perlengkapan perang lainnya. Serangan selanjutnya dilakukan oleh Mayor Koch secara besar-besaran terhadap benteng Gunung Pamaton, mendahului rencana serangan umum terhadap Martapura oleh rakyat yang bocor ke pihak Belanda. Rakyat seluruh daerah Martapura dan sekitarnya bangkit melakukan serangan sehingga hampir di seluruh pelosok terjadi pertempuran. Pertempuran terjadi pula diKuala Tambangan. Tumenggung Gamar yang akan membawa pasukannya memasuki kota Martapura ternyata tidak berhasil, karena Belanda telah mempersiapkan pertahanan yang lebih kuat. Pambakal Mail terlibat perang menghadapi serdadu Belanda di sekitar daerah Mataraman, sementara di Gunung Pamaton pertempuran terus berkobar. Pasukan Belanda bukan saja menyerang benteng Gunung Pamaton yang belum berhasil dikuasainya, tetapi juga membakar rumah-rumah penduduk yang tidak berdosa. Membinasakan kebun-kebun dan menangkapi penduduk, sehingga penjara Martapura penuh sesak. Dalam pertempuran di Gunung Pamaton tersebut banyak sekali jatuh korban di kedua belah pihak. Letnan Ter Dwerde dan Kopral Grimm tewas kena tombak dan tusukan keris di perutnya.
Serangan bulan Juni 1861 terhadap benteng Gunung Pamaton berhasil digagalkan oleh rakyat yang hanya memiliki persenjataan sederhana. Memang benteng Gunung Pamaton saat itu dipertahankan oleh pimpinan perang yang gagah berani, selain Sultan Hidayatullah terdapat pula Demang Lehman, Tumenggung Gamar, Raksapati, Kyai Puspa Yuda Negara. Selain itu terdapat pula pahlawan wanita Kyai Cakrawati yang selalu menunggang kuda yang sebelumnya ikut mempertahankan Benteng Gunung Madang, dan saat itu ikut mempertahankan Benteng Gunung Pamaton.
Dalam bulan Agustus 1861 Mayor Koch sekali lagi mengerahkan pasukannya menyerbu Gunung Pamaton. Sebelum serangan dilakukan. Mayor Koch menghancurkan semua ladang, lumbung padi rakyat, hutan-hutan, dengan harapan menghancurkan persediaan bahan makanan, dan menghancurkan hutan-hutan yang dapat dijadikan benteng pertahanan.
Mayor Koch gagal dalam usahanya untuk menangkap Sultan Hidayatullah dan pimpinan perang lainnya, karena sebelumnya benteng ini telah ditinggalkan, karena rakyat menggunakan siasat gerilya dalam usaha melawan Belanda yang memiliki persenjataan yang lebih baik. Perang gerilya adalah salah satu siasat untuk mengantisipasi musuh yang memiliki persenjataan yang lebih unggul.
Dengan cara yang sangat licik dan keji, setelah ditipu dengan terlebih dahulu menyandera ibunya. Sultan Hidayatullah pada 2 Maret 1862 akhirnya berhasil ditangkap dan dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur hingga wafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar